Kamis, 14 November 2019 - 18:33:44 WIB
MENGURANGI KONTAMINASI MIKROBA PADA LADA PRODUKSI INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN NILAI JUALNYA DI DUNIA INTERNASIONAL
Diposting oleh : LRPPI Residu Pestisida
Kategori: Artikel - Dibaca: 2211 kali

Pendahuluan

Salah satu keunggulan lada produksi Indonesia adalah lada hitam Lampung dan lada putih Muntok yang telah memiliki sertifikat Indikasi Geografis. Indikasi Geografis sendiri adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan. Namun sayangnya sertifikat Indikasi Geografis ini belum diakui secara internasional, sehingga diperlukan pembahasan lebih lanjut dalam tingkat International Pepper Community (IPC) agar dapat diakui secara internasional dan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari lada lainnya. Selain keunggulan tersebut, ternyata ada juga kelemahan dari lada produksi Indonesia, yaitu kandungan Salmonella yang melebihi batas negara tujuan ekspor, sehingga mendapatkan notifikasi Red List di USFDA. Melihat paradigma tersebut, harusnya dapat memicu berbagai stakeholder untuk dapat memperbaiki mutu produknya, dalam hal ini lada, agar dapat berdaya saing serta memiliki nilai jual yang lebih tinggi di pasaran internasional.

Mikroorganisme Pada Lada

 

Kontaminasi mikroorganisme merupakan salah satu issue terutama dalam keamanan produk (pangan) selain kontaminasi aflatoksin dan residu pestisida. Menurut Anonymous (2004a), selama Agustus 2003 sampai Juli 2004, ada 83 pengiriman lada dari berbagai negara yang mengalami penahanan (detained) oleh USFDA (US Food and Drug Administration), 62,7% disebabkan karena adanya Salmonella, 31,3% karena adanya Salmonella dan kotoran, 3,6% karena adanya kotoran dan 2,4% karena sebab-sebab lain seperti pemberian label yang kurang jelas. Dari data di atas jelas 94% lada yang ditahan oleh USFDA adalah karena adanya Salmonella. Kontaminasi pada produk lada putih maupun hitam terjadi hampir di semua negara produsen lada karena sebagian besar masih menggunakan cara tradisional dengan kondisi kebersihan yang berbeda. Kontaminasi mikroorganisme tersebut telah menyebabkan keracunan makanan yang mengakibatkan kelainan pada saluran pencernaan dan kematian.

 Pengolahan lada putih di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional, umumnya belum memperhatikan efisiensi pengolahan, segi kebersihan dan konsistensi mutu. Perontokan buah lada dengan cara diinjak-injak serta cara penjemuran yang sangat sederhana memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh debu, kotoran binatang peliharaan, maupun mikroorganisme. Tempat perendaman, kualitas air yang kurang memadai, dan waktu perendaman yang terlalu lama (±14 hari) selain menyebabkan kontaminasi mikroorganisme dan bau busuk pada lada putih yang dihasilkan, juga menyebabkan aroma khas lada putih yang kurang tajam karena hilangnya sebagian minyak atsiri

Terkait isu Salmonella, Kementerian Perdagangan mengusulkan untuk dijadikan isu mutu mengingat notifikasi dari USFDA untuk Salmonella pada lada juga diberikan kepada negara-negara anggota IPC lainnya. Tujuannya agar mendapatkan masukan dan pengalaman dari negara lain cara mengatasi Salmonella tersebut sekaligus cara menghilangkan nama perusahaan dari daftar Red List di USFDA. Indonesia pernah mencoba mengangkat isu tersebut pada Pertemuan Komite Mutu IPC ke-24, namun hal ini tidak dibahas karena penanganan Salmonella pada lada dapat dilihat secara lengkap pada buku Good Manufacturing Practice (GMP) IPC yang selanjutnya dibuat dalam bentuk pocket book dengan bahasa yang lebih mudah dipahami, sehingga negara-negara anggota diminta untuk mensosialisasikan buku tersebut kepada pihak terkait, termasuk petani.

Beberapa Cara Yang Dapat Dilakukan Untuk Menghilangkan Kontaminasi Mikroba Pada Lada

Belajar dari negara-negara penghasil lada lain yang telah berhasil dalam usaha peningkatan mutu, seperti Malaysia dan India, maka peningkatan mutu perlu dilakukan sejak tingkat petani dengan menerapkan metoda-metoda pengolahan yang sudah diperbaiki dan higienis, serta program pelatihan yang terus menerus. Untuk meningkatkan nilai ekonomi dan daya saing lada Indonesia di pasar dunia, perlu dilakukan perbaikan cara pengolahan dan penerapan sistem manajemen mutu lada di tingkat petani sehingga dihasilkan lada dengan mutu sesuai standar ekspor dan konsisten. Penggantian air sebanyak setengah dari jumlah air rendaman setiap dua hari mulai pada hari ketiga selain dapat mengefisienkan penggunaan air juga dapat meningkatkan mutu lada putih.

Lama perendaman buah lada berpengaruh nyata terhadap kandungan nilai total mikroba (TPC) lada putih dengan nilai TPC tertinggi pada perlakuan perendaman selama 14 hari dengan tanpa penggantian air. Hasil penelitian Usmiati dan Nurdjannah, menunjukkan bahwa semakin lama proses perendaman kandungan TPC lada putih cenderung meningkat. Namun demikian, kandungan TPC lada putih yang tinggi dapat diturunkan jika perendamannya menggunakan proses penggantian air. Hasil penelitian Ashari, menunjukkan bahwa integrasi mesin pengupas buah lada dengan perendaman buah lada dalam larutan enzimatik secara signifikan dapat mempersingkat waktu perendaman menjadi hanya 5 hari dan menurunkan kandungan TPC lada putih dari 1014 cfu/1.000 g pada cara tradisional menjadi hanya 10 cfu/1.000 g.

Sterilisasi lada putih dalam pembuatan lada bubuk dengan bahan baku dari hasil pengolahan semi mekanis lebih baik dibandingkan dengan tanpa sterilisasi. Lama sterilisasi 30 menit dapat menurunkan nilai TPC menjadi hanya < 10 cfu/g dengan tanpa mengurangi kadar minyak atsiri serta dapat memperbaiki warna lada putih menjadi lebih cerah. Pengolahan lada putih semi mekanis di tingkat petani yang dikombinasikan dengan penggantian air perendam dapat menghasilkan mutu lada putih yang memenuhi persyaratan mutu IPC dan SNI dengan waktu pengolahan yang jauh lebih singkat. Proses sterilisasi lada putih hasil pengolahan semi mekanis selama 30 menit menghasilkan mutu lada putih yang memenuhi persyaratan mutu IPC dan SNI sehingga lada putih bubuk aman dikonsumsi yang juga akan meningkatkan nilai ekonomi dan daya saing lada di pasar dunia.

 

Penulis Rosaria Nainggolan, Balai Pengujian Mutu Barang.