Jumat, 22 November 2019 - 14:21:17 WIB
Mungkinkah Zero Tolerance Formalin ?
Diposting oleh : LRPPI Residu Pestisida
Kategori: Artikel - Dibaca: 4789 kali

 

Siapa yang tak kenal dengan formalin?  Senyawa kimia yang populer dengan fungsinya sebagai pengawet mayat namun sering menjadi temuan kasus karena disalahgunakan sebagai pengawet makanan. Formalin merupakan nama dagang dari senyawa formaldehida dengan rumus kimia HCHO. Formalin dapat digunakan untuk mengawetkan mayat karena sifatnya sebagai antiseptik dan antimikrobial yang dapat menginaktivasi protein sehingga aktivitas mikroorganisme menjadi terhambat (Cahyadi, 2008). Penyalahgunaan formalin sebagai pengawet makanan tentunya berbahaya bagi kesehatan. Formalin mempunyai kemampuan untuk mengawetkan makanan karena gugus aldehid yang mudah bereaksi dengan protein membentuk senyawa metilen. Senyawa metilen dapat mengurai kembali menjadi protein dan formalin melalui reaksi hidrolisis dengan bantuan pemanasan. Ketika makanan berprotein disiram atau direndam larutan formalin, maka gugus aldehid dari formaldehid akan mengikat unsur protein. Potein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk, sehingga makanan berformalin menjadi awet (Handoko,2008 dalam Purwanti, 2014).

Namun demikian, tidak selalu keberadaan formalin sebagai zat aditif. Pada komoditi pangan segar seperti buah, sayur dan ikan, formalin dapat terbentuk secara alami  (WHO, 1989; WHO, 2002; Nowshad et al., 2018). Formalin yang dihasilkan secara alami dalam pangan segar merupakan produk samping metabolisme umum, baik dalam bentuk bebas dan terikat, dimana kandungannya bervariasi tergantung pada jenis pangan, suhu penyimpanan, lamanya peyimpanan dan pola pematangan dari pangan itu sendiri (Wahed et al., 2016;  Nowshad et al., 2018). WHO (2001) menjabarkan bahwa kandungan formalin pada buah dan sayur berkisar antara 3-60 mg/kg; daging dan ikan 6-20 mg/kg; serta kerang 1-100 mg/kg. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa konsentrasi tertinggi formalin alami, yakni sampai mencapai 60 mg/kg, ditemukan pada buah-buahan (Möhler dan Denbsky, 1970; Tsuchiya et al., 1975 dalam WHO, 2002) dan ikan laut (Rehbein, 1986; Tsuda et al., 1988 dalam WHO, 2002). Sementara itu Centre for Food Safety, The Government of the Hong Kong Special Administrative Region, menyebutkan bahwa kandungan formalin dalam bahan makanan yang dihasikan secara alami seperti buah, sayur, ikan laut, daging, produk susu dan seafood, mencapai level 300-400 mg/kg. Adapun konsentrasi formalin yang dihasilkan secara alami pada beberapa jenis pangan segar sebagaimana dilansir oleh Centre for Food Safety, The Government of the Hong Kong Special Administrative Region, tertera pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kandungan formalin yang terbentuk alami pada beberapa jenis buah dan sayur

Jenis Pangan

Konsentrasi

(mg/kg)

 

Jenis Pangan

Konsentrasi

(mg/kg)

Apel

6,3-22,3

 

Anggur

22,4

Aprikot

9,5

 

Pearahan pangan

38,7-60

Pisang

16,3

 

Plum

11,2

Bit

35

 

Kentang

19,5

Bawang

11

 

Bayam

3,3-7,3

Kubis

5.3

 

Tomat

5,7-13,3

Wortel

6,7-10

 

Semangka

9,2

Bunga kol

26,9

 

Jamur shitake (kering)

100-406

Timun

2,3-3,7

 

Jamur shitake (basah)

6-54,4

Lobak putih

3,7-4,4

 

 

 

Sumber: Risk Assessment Section, Centre for Food Safety, The Government of the Hong Kong Special Administrative Region (Januari, 2009)

WHO menetapkan TDI (Tolerable Daily Intake) formalin adalah 0,15 mg/kg berat badan, dimana untuk orang dewasa masih dianggap aman adalah 1,5 - 14 mg per hari. Menurut International Programe on Chemical Safety (IPCS) batas toleransi formalin yang dapat diterima tubuh dalam bentuk air minum adalah 0,1 mg per liter atau dalam satu hari asupan yang dibolehkan adalah 0,2 mg (Purwanti dkk, 2014;  Nowshad et al., 2018). Sedangkan European Food Safety Authority (EFSA) menetapkan batas maksimum level of daily oral exposure formalin pada orang dewasa yaitu sebesar 100 mg/kg makanan per hari (Wahed et al., 2016;  Nowshad et al., 2018). Sementara itu, Environmental Protection Agency  (EPA) menetapkan Reference Dose (RfD) formalin sebesar 0,2 mg/kg berat badan per hari (www.epa.gov, 2000).

Sehubungan dengan fakta bahwa formalin pada pangan segar dapat terbentuk secara alami, maka tantangan berikutnya adalah bagaimana secara jelas dan representatif menentukan ambang batas formalin yang aman dan diperbolehkan pada komoditi pangan segar agar tidak salah kaprah dalam mentafsir zero tolerance formalin sebagaimana yang tertuang dalam Permenkes RI Nomor 033 Tahun 2012 terkait formalin sebagai bahan yang dilarang digunakan sebagai bahan tambah pangan.

 

Penulis Nurmalia, Balai Pengujian Mutu Barang.