Minggu, 07 November 2021 - 20:54:21 WIB
Sidang AFTLC ke-19 : BBIA Tampilkan Profil Laboratorium Pengujian Pangan Wakili Indonesia dalam Buletin AFTLC
Diposting oleh : LRPPI Mikotoksin pada Bahan Baku dan Bahan Antara Pangan
Kategori: AFTLC - Dibaca: 675 kali

Bogor, 28 September 2021, pada pelaksanaan acara Sidang ASEAN Food Testing Laboratory Committee (AFTLC) ke-19 secara Virtual (27 – 28 September 2021). Balai Besar Industri Agro (BBIA) menjadi salah satu Delegasi Indonesia atas perannya sebagai Laboratorium Rujukan Pangan Indonesia untuk ruang lingkup parameter pengujian cemaran logam berat dan mikotoksin pada bahan baku dan bahan antara pangan.

 

Delegasi Indonesia pada acara ini diantaranya: Dr. Woro Nur Endang Sariati (BUSKIPM), Mohamad Kashuri (PPPOMN BPOM), Astika Tresnawati, S.Si, M.S.E, MA (Dit. Standalitu, Kemendag), Sekretariat PFPWG (Kemenperin), Mulyana Hadipermata, STP, MSc., PhD dan Titin Mahardini, S.Si., M.Si (BBIA). Terdapat beberapa agenda pembahasan yang terkait dengan usulan Indonesia antara lain: new ASEAN Food Reference Laboratory (AFRL), usulan kebutuhan pelatihan untuk Penyelenggara Uji Profisiensi (PUP) dan Produsen Bahan Acuan (PBA), dan juga AFTLC Buletin yang menginformasikan kegiatan laboratorium pangan dari beberapa negara ASEAN termasuk Indonesia dengan menampilkan profil laboratorium pengujian pangan dan aktivitasnya dari Kemenperin (yang diwakili BBIA), BPOM, KKP, dan Kemendag.

 

AFTLC dibentuk pada tanggal 12 Juli 2011 dan merupakan salah satu komite di bawah ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality - Prepared Foodstuff Product Working Group (ACCSQ – PFPWG) untuk memonitor dan mengkoordinasikan kegiatan pengujian mutu pangan di ASEAN serta dalam rangka peningkatan dan penyetaraan kemampuan pengujian pangan laboratorium-laboratorium di negara ASEAN lewat sarana kerjasama antar laboratorium pangan di negara anggota ASEAN. Kerjasama antar laboratorium pangan ini diwujudkan dengan pembentukan ASEAN Food Reference Laboratories (AFRLs). Indonesia memiliki ruang lingkup penunjukan untuk Bahan Tambahan Pangan (BTP) dengan Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) – BPOM sebagai AFRL Indonesia.

 

Memasuki ASEAN Single Market dimana sektor pangan menjadi sektor yang  dipercepat proses integrasinya dalam ASEAN Economic Community (AEC), maka diperlukan peningkatan kapasitas dan kualitas laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia agar dapat mendukung kegiatan surveillance dan monitoring masalah keamanan pangan from farm to table. Hal ini mendasari pendirian Jejaring Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI) yang mendorong anggotanya untuk dapat menjadi Laboratorium Rujukan Pengujian Pangan Indonesia (LRPPI) dengan harapan dapat memadukan kemampuan seluruh laboratorium pengujian pangan dalam mendukung perdagangan pangan nasional, regional, maupun global.

 

Balai Besar Industri Agro (BBIA) sebagai salah satu instansi di bawah Badan Standardisasi Kebijakan Jasa Industri (BSKJI), Kementerian Perindustrian merupakan salah satu anggota JLPPI yang telah ditetapkan menjadi Laboratorium Rujukan Pengujian Pangan Indonesia (LRPPI) pada tanggal 10 September 2018 oleh Komisi Laboratorium Pengujian Indonesia (KLPPI) untuk ruang lingkup parameter pengujian cemaran logam berat dan mikotoksin pada bahan baku dan bahan antara pangan.

 

Cemaran logam berat adalah kandungan elemen kimiawi metalik dan metaloida dengan bobot atom dan bobot jenis tinggi yang keberadaannya dalam pangan tidak dikehendaki dapat disebabkan kontaminasi lingkungan atau pada saat proses pengolahan pangan. Yang termasuk cemaran logam berat adalah timbal (Pb), kadmium (Cd), merkuri (Hg), timah (Sn) dan arsen (As). Kadar maksimum cemaran logam berat ditetapkan untuk pangan karena bersifat racun (baik kronis maupun akut) yang berdampak merugikan kepada kesehatan manusia.

 

Adapun cemaran mikotoksin adalah senyawa toksik yang diproduksi secara alami oleh jenis jamur tertentu, bersifat karsinogenik, stabil secara kimia dan umumnya bertahan dalam pemrosesan makanan. Contoh senyawa mikotoksin adalah aflatoksin, fumonisin, okratoksin, patulin dan deoxynivalenol (DON). Senyawa mikotoksin memberikan dampak merugikan kepada kesehatan manusia karena dapat menyebabkan hyperaemia, pendarahan, peradangan dan pembengkakan saluran cerna. Pada dosis tinggi mikotoksin bersifat karsinogenik (penyebab kanker), imunotoksik (kegagalan fungsi imunitas) dan neurotoksik (racun saraf).

 

Terjaminnya keamanan pangan dicirikan oleh terbebasnya masyarakat dari jenis pangan yang berbahaya bagi kesehatan seperti cemaran mikrobiologis, kimia, dan fisik/benda asing yang membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan pengujian atau analisa produk untuk membuktikan apakah pangan tersebut aman dikonsumsi atau tidak.

Pengujian pangan selalu menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari sistem keamanan pangan. Pengujian di tingkat industri dilakukan untuk memantau mutu dan keamanan produk yang memenuhi spesifikasi tertentu. Manfaat yang didapat oleh pihak industri pangan apabila menggunakan jasa laboratorium pengujian yang berkompeten adalah memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan teknis dengan jaminan tidak mengandung bahan-bahan kontaminan yang membahayakan konsumen sehingga mengurangi risiko ditariknya produk pangan tersebut dari pasar. Selain itu, dapat menjaga reputasi perusahaan dalam hal ini merk produk.

 

BBIA berperan aktif sebagai LRPPI sesuai lingkupnya dalam memberikan bantuan teknis dan transfer ilmu pengetahuan kepada laboratorium pangan dan laboratorium yang terkait pangan di Indonesia, melalui penyelenggaraan uji profisiensi/ uji banding antar laboratorium sesuai lingkup, penyelenggaraan pelatihan teknis pengujian, pengembangan metode uji sesuai lingkup, dan peran aktif sebagai konseptor SNI Pangan.

 

Kegiatan lain yang mendukung peranan BBIA sebagai LRPPI adalah: kegiatan In House Research dalam rangka pengembangan metode uji patulin, salah satu jenis cemaran mikotoksin pada pangan. BBIA juga melakukan kerjasama pengembangan dan validasi  metode uji, serta pelatihan teknis pengujian identifiasi Fe pada Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan dengan bekerjasama dengan Nutrition Internasional (NI) dan IOWA of Canada University, AS. Setiap tahunnya, BBIA berperan aktif sebagai konseptor SNI Pangan dan Bahan Pangan, diantaranya Minyak Goreng Sawit, Tepung Terigu Sebagai Bahan Makanan, Gula Kristal Rafinasi, Gula Sukrosa, Gula Cokelat dan lain-lain.

 

Tim Penulis BBIA