Jumat, 19 November 2021 - 12:45:47 WIB
Laboratorium Sudah Kompeten, Tapi Terjadi Disputes?
Diposting oleh : LRPPI Residu Pestisida
Kategori: Artikel - Dibaca: 572 kali

Mutu barang memiliki peran yang krusial dalam perdagangan internasional. Hal ini karena setiap negara memiliki persyaratan mutu yang wajib dipenuhi oleh produk ekspor. Persyaratan tersebut bertujuan untuk melindungi kesehatan konsumen yang disebabkan oleh paparan/kandungan zat berbahaya. Sebagai contoh, persyaratan zero aflatoksin untuk ekspor pala ke Jepang dan Uni Eropa atau persyaratan batas maksimum cemaran logam, residu pestisida dan bahan tambahan pangan. 

Pembuktian persyaratan mutu dilakukan melalui hasil uji laboratorium yang kompeten. Laboratorium menerbitkan sertifikat hasil uji yang menunjukkan persyaratan mutu suatu barang. Apabila mutu barang tersebut memenuhi kriteria persyaratan negara tujuan ekspor maka dapat diterima oleh negara tujuan. Namun, beberapa negara tujuan ekspor belum mengakui hasil uji laboratorium negara asal sehingga dilakukan pengujian ulang. Disputes terjadi jika hasil pengujian antara laboratorium negara eksportir dan importir berbeda sehingga menyebabkan penolakan ekspor.

Disputes hasil pengujian menimbulkan keraguan terhadap kompetensi laboratorium. Eksportir mempertanyakan hasil pengujian dari laboratorium yang dilakukan sebelum ekspor.  Padahal kompetensi laboratorium telah dibuktikan melalui serangkaian proses penilaian seperti akreditasi ISO 17025, uji profisiensi, uji banding personel. Selain itu, proses pengujian telah menerapkan prosedur jaminan mutu seperti linieritas, akurasi dan presisi yang menunjukkan keabsahan hasil uji.

Faktanya perbedaan hasil uji laboratorium dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Berikut adalah beberapa sumber-sumber yang berpotensi menyebabkan disputes hasil pengujian:

  1. Kondisi penyimpanan selama proses distribusi (shipment, airfreight) dapat menyebabkan perubahan sifat produk ekspor. Sebagai contoh, kadar air, kadar jamur dan aflatoksin dapat meningkat pada kondisi kontainer yang lembab.
  2. Sifat barang yang relatif bervariasi. Misalnya pada produk pertanian, ukuran biji dan sifat kimia relatif berbeda sehingga sulit untuk mendapatkan matriks sampel siap uji yang homogen.
  3. Eksportir yang menggunakan lebih dari satu supplier untuk memenuhi volume ekspor sesuai perjanjian sehingga menyebabkan keseragaman mutu barang pada banyak kontainer kurang terkendali.
  4. Perbedaan prosedur pengambilan contoh dan metode uji antara laboratorium negara eksportir dan importir. Dalam hal ini, pemerintah dapat melakukan perundingan baik secara bilateral, regional maupun multilateral untuk memperoleh keberterimaan prosedur pengambilan contoh dan metode uji. Lebih lanjut, negosiasi keberterimaan hasil uji antara laboratorium negara eksportir dan importir juga dapat dilakukan sehingga tidak perlu dilakukan pengujian ulang di negara tujuan ekspor.

Jika sumber potensi disputes telah diatasi atau diminimalisir, dan masih terdapat keraguan yang mengarah pada kesalahan laboratorium, maka eksportir dapat mengajukan permintaan pengujian ulang  dari arsip sampel yang disimpan oleh laboratorium/eksportir. Eksportir dan laboratorium dapat membandingkan hasil  uji dari pengujian pertama dan pengujian kedua. Jika terbukti bahwa kesalahan berasal dari laboratorium maka perlu dilakukan verifikasi ulang terhadap kompetensi personel, kalibrasi peralatan, penanganan sampel, metode pengujian, bahan kimia yang digunakan, kondisi laboratorium.

Sebagai kesimpulan, kompetensi laboratorium telah dibuktikan melalui proses penilaian dan pengakuan oleh otoritas kompeten. Selain itu, prosedur penjaminan mutu juga diterapkan untuk memastikan keabsahan hasil pengujian. Disputes dapat disebabkan bebagai faktor diantaranya kondisi selama distribusi, sifat alami barang, eksportir yang menggunakan banyak supplier dan perbedaan prosedur pengambilan contoh dan metode pengujian. Pemerintah diharapkan dapat meningkatkan negosiasi/ perundingan dan kerja sama dengan negara tujuan ekspor untuk memperoleh keberterimaan hasil pengujian laboratorium negara eksportir sehingga tidak perlu dilakukan pengujian ulang. (Penulis: Noviana Kus Yuniati, Balai Pengujian Mutu Barang).

 

Sumber:

SNI ISO/IEC 17025:2017 “Persyaratan Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Laboratorium Kalibrasi”

WTO, 2014. Training Module on Dispute Settlement.