Senin, 08 Agustus 2022 - 15:16:51 WIB
Jaminan Mutu Dan Keamanan Hasil Perikanan Indonesia Terhadap Kontaminasi Virus Covid 19 Dalam Memenuhi Persyaratan Perdagangan Internasional
Diposting oleh : Administrator
Kategori: Artikel - Dibaca: 360 kali

Pada tahun 2019, dunia dikejutkan dengan kemunculan penyakit karena sebab virus baru. Berdasarkan kepada informasi yang beredar pada saat itu, Infeksi diawali di sebuah kota di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yaitu Kota Wuhan di Provinsi Hubei dengan gejala utama nya gangguan pernafasan serta demam tinggi mengarah kepada viral pneumonia. Berdasarkan informasi resmi dari otoritas kesehatan di RRT sampai dengan 12 Desember 2019 terdeteksi sebanyak 27 kasus. Kasus penyakit dengan gejala yang mirip kemudian ini terus bertambah dan menyebar di beberapa lokasi di Provinsi tersebut. Penyebaran dari penyakit yang misterius tersebut di RRT ternyata tidak terbendung dan bahkan sampai ke beberapa provinsi lain di RRT, hingga akhirnya menjadi perhatian dunia terutama organisasi kesehatan dunia atau WHO. Akhirnya pada 9 Januari 2020 WHO mengumumkan bahwa penyakit misterius tersebut disebabkan oleh Coronavirus jenis baru dan oleh WHO diberikan nama resmi 2019 Novel Coronavirus dan disingkat sebagai 2019-nCoV sebagai penyebab penyakit yang dinamakan Coronavirus Disease 19 atau COVID 19 (1). Penyebaran COVID 19 ternyata tidak terbendung di RRT dan menyebar ke hampir pelosok dunia hingga pada 11 Maret 2020 WHO secara resmi mengumumkan bahwa COVID 19 merupakan pandemi global (2). Pada tanggal 2 Maret 2020, Jakarta merespon adanya pandemi global itu dan mengumumkan bahwa COVID 19 telah memasuki Indonesia. Dalam keterangan resmi tersebut juga disampaikan bahwa Pemerintah telah menyusun langkah – langkah antisipasi serta penanganan sesuai dengan kaidah – kaidah yang telah disusun baik yang bersifat nasional maupun internasional. Indonesia juga akhirnya membentuk Gugus Tugas Nasional Penanggulangan COVID 19 (3). Melihat fenomena dan situasi global serta perkembangan penyebaran virus COVID 19 di Indonesia, Otoritas Kompeten mutu dan keamanan hasil perikanan Indonesia segera merespon dengan menyelenggarakan temu konsultasi (Februari 2020) yang melibatkan pakar lintas sektor, pemangku kepentingan dan kebijakan terkait dan stakeholders dalam rangka menghimpun masukan dan insight dalam kaitannya dengan kemungkinan – kemungkinan serta resiko kontaminasi virus COVID 19 pada produk perikanan. Hasil dari pertemuan ilmiah tersebut membuahkan 10 (sepuluh) rekomendasi baik yang sifatnya teknis maupun konseptual dan nantinya akan menjadi platform dalam penyusunan roadmap pencegahan dan penanggulangan kontaminasi virus COVID 19 pada produk perikanan, diantara rekomendasi tersebut adalah bahwa (1) Kegiatan Workshop dan Focus Group Discussion ini adalah salah satu langkah kongkrit dan pengayaan dalam bentuk kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap antisipasi Novel Coronavirus (2019-nCoV); (2) Novel Coronavirus (2019-nCoV) merupakan salah satu bagian dari dari Family Coronaviridae subfamily Orthocoronavirinae dan 4 Genera Alpha, Beta, Delta, Gamma Coronavirus; (3) Kelelawar merupakan inang alamiah dari virus – virus menular yang berpotensi muncul seperti virus corona, virus Ebola, virus nipah dan lain – lain; (4) Sampai saat ini belum ada sejarah, paper atau keilmuan yang menyatakan bahwa Coronavirus bisa menginfeksi aquatic animal kecuali yang secara alami sudah ada seperti pada mamalia akuatik yang menjadi inang gamma coronavirus; (5) Penyebaran virus corona umumnya dipengaruhi oleh perdagangan dan konsumsi daging satwa liar; (6) Penyebaran virus Corona dapat dicegah dengan mengaktifkan kembali konsep One Health dengan memperkuat kerjasama lintas sektor, lintas keilmuan, lintas profesi, dan lintas wilayah; (7) Menurut literatur ilmiah belum pernah terdeteksi virus corona pada ikan dan produknya; (8) Masyarakat tidak perlu khawatir mengkonsumsi ikan dan produk perikanan; (9) Perlu dilakukan komunikasi risiko terkait Novel Coronavirus (2019-nCoV) secara baik dan terarah sehingga tidak menimbulkan dampak kepanikan di masyarakat; dan (10) Masyarakat dihimbau untuk menerapkan prinsip perilaku higenis (4). Selanjutnya Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (BKIPM KKP) selaku Otoritas Kompeten jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan Indonesia segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kesiapsiagaan Sektor Kelautan dan Perikanan Dalam Mencegah Masuknya Novel Coronavirus (catatan: nantinya disesuaikan istilahnya menjadi virus COVID 19) Melalui Produk Perikanan melalui Keputusan Kepala BKIPM KKP Nomor 9/KEP-BKIPM/2020 tanggal 5 Februari 2020 (5).

           Indonesia saat ini merupakan negara yang cukup diperhitungkan didunia terutama dalam hal produksi hasil perikanan (data tahun 2020 produksi perikanan tangkap dengan volume sebesar 7,70 juta ton; volume produksi perikanan budidaya sebesar 15,46 juta ton) (6). Dalam kancah perdagangan komoditas perikanan, Indonesia juga menjadi “pemain utama didunia”, sebagai gambaran pada tahun 2020 volume ekspor hasil perikanan Indonesia mencapai 1,26 juta ton senilai 5,2 milyar dolar Amerika (USD). Hasil perikanan Indonesia secara total mengisi sekitar 94,82 % pasar domestik dan 5,16 % ekspor (7). Untuk pasar ekspor saat ini Indonesia termasuk kedalam negara – negara besar pengekspor hasil perikanan bersama dengan Uni Eropa, China, Norwegia, Vietnam, Chili, India, Thailand, Amerika Serikat, Kanada, Ekuador dan Rusia (8) dengan komoditas utama ekspor adalah udang, tuna rumput laut, cephalopod, surimi, ikan sarden, kepiting, ikan bandeng, ikan kakap, dan rajungan (9). Sedangkan 3 (tiga) negara tujuan utama/terbesar ekspor hasil perikanan Indonesia adalah Republik Rakyat Tiongkok/RRT (data per 2020 volume 434.796.180 Kg dengan nilai USD 1.107.905.006), Amerika Serikat (data per 2020 volume 239.854.332 Kg dengan nilai USD 2.060.3690553), dan Thailand (data per 2020 volume 96.396.054 Kg dengan nilai USD 347.308.760) (10). Sampai tahun 2022, hasil perikanan Indonesia telah diterima di 171 negara dari total 241 negara di dunia (195 negara anggota Perserikatan Bangsa – Bangsa/PBB) (11). Khusus untuk komoditas udang, dunia internasional telah mengakui bahwa Indonesia merupakan salah satu “raja udang” dunia dengan volume produksi 239,28 ribu ton senilai USD 240,15 juta (data per 2020). Kapasitas dan kinerja ekspor udang Indonesia menjadi nomor 2 setelah RRT. Sementara itu, Indonesia juga menguasai pasar udang Amerika Serikat bersama dengan India dan Ekuador. Bahkan pada periode tahun 2020 – 2021 Indonesia menempati urutan ke 2 dalam market share udang di Amerika Serikat, melampaui Ekuador yang ada di urutan ketiga (12). Pada tanggal 21 September 2020 Otoritas Kompeten RRT atau yang dikenal dengan General Administration of Customs China (GACC) mengumumkan adanya persyaratan wajib uji bebas virus COVID 19 bagi pangan rantai dingin yang diekspor ke RRT. Aturan ini telah dinotifikasi dalam World Trade Organization Sanitary and Phytosanitary (SPS WTO) G/SPS/N/CHN/1173 GACC Announcement No. 103 of 2020 (Announcement of the Implementation of Emergency Preventive Measures for Foreign Manufacturers of Imported Cold-chain Foods with Novel Coronavirus Nucleic Acid Positive Results) dan menjadi perbincangan atau concern negara – negara pengekspor komoditas pangan ke RRT termasuk produk pangan asal perikanan (13). Pihak RRT tidak bergeming dengan adanya komplain/protes dari negara – negara terkait dan tetap memberlakukan border measures terhadap produk pangan rantai dingin yang terdeteksi positif virus COVID 19 saat ketibaan di pelabuhan RRT dan melakukan ban atau penghentian sementara kegiatan ekspor dari perusahaan terkait (14).

           Akhirnya pada Sidang Komite SPS WTO 24 – 26 Maret 2021 (yang merupakan Sidang Komite SPS WTO pertama sejak pemberlakuan wajib uji bebas virus COVID 19 oleh RRT), sebanyak 10 negara (Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Kanada, Australia, Paraguay, United Kingdom, Switzerland, New Zealand, dan Korea Selatan) mengangkat isu ini sebagai specific trade concern (STC) dan mereka menuntut penjelasan serta klarifikasi RRT, demikian pula negara – negara tersebut meminta RRT memberikan penjelasan ilmiah dan apabila tidak dapat menunjukkan bukti – bukti Ilmiah penyebaran virus COVID 19 melalui makanan, maka negara – negara tersebut menuntut pencabutan aturan ekspor dimaksud. Perwakilan RRT di Sidang Komite SPS WTO di Jenewa melalui juru bicara nya menanggapi STC tersebut dan menyampaikan beberapa hal, yaitu: (1) RRT mengklaim bahwa tindakannya mewajibkan pemeriksaan bebas virus COVID 19 bagi produk pengan yang diekspor ke RRT telah memenuhi kaidah dalam SPS Agreement; (2) RRT telah memiliki bukti – bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa virus COVID 19 masih dapat aktif dan bertahan pada produk pangan beku dalam waktu tertentu; (3) RRT telah memiliki bukti – bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa virus COVID 19 yang terdeteksi pada kemasan dan kontainer impor produk perikanan beku bukan merupakan jejak – jejak genom/RNA atau sisa virus, tetapi merupakan virus utuh yang masih bersifat infeksius; (4) RRT mengklaim bahwa tindakannya mewajibkan uji bebas virus COVID 19 untuk importasi produk perikanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) tentang pencegahan penyebaran COVID 19 pada kegiatan perdagangan/bisnis; (5) RRT memberlakukan registrasi terhadap Unit Pengolahan Ikan (UPI) dalam upaya untuk penerapan traceability; dan (6) RRT menyampaikan akan menjawab STC dari 10 negara tersebut secara terpisah (jawaban akan disampaikan ke masing – masing negara). Sampai dengan beberapa kali Sidang Komite SPS WTO topik dan isu aturan RRT tersebut terus dibahas dan menjadi STC dan demikian pula pihak RRT senantiasa memiliki argumen. Pada Sidang Komite SPS WTO bulan Juni 2022 lalu, akhirnya hanya tinggal 1 (satu) negara saja yakni Amerika Serikat yang mengangkat secara resmi isu/topik terkait aturan RRT dan tetap konsisten meminta RRT mencabut aturan tersebut (15).

      Indonesia selalu berhati – hati dalam menyikapi situasi tersebut dan senantiasa melihat isu/permasalahan dari berbagai aspek dalam menentukan sikap dan posisi runding pada forum internasional. Pertimbangan dengan berdasarkan pada data – data yang bersifat lintas sector menjadi bagian dalam melakukan analisa penentuan kebijakan supaya tepat sasaran dan mendukung pencapaian prioritas nasional. Sejak pertama kali pemberlakuan aturan tersebut sampai dengan sekarang Indonesia (dalam hal ini KKP) masih mengambil posisi bahwa penyelesaian persoalan – persoalan teknis dilaksanakan secara bilateral antar Otoritas Kompeten. Selain pertimbangan bahwa RRT merupakan negara tujuan ekspor hasil perikanan terbesar bagi Indonesia, kedua negara telah memiliki perjanjian bilateral dalam bentuk Cooperation Agreement between the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of the Republic of Indonesia and the General Administration of Customs of the Peoples Republic of China on Safety Assurance in the Import and Export of Aquatic Products  yang didalamnya telah mengatur mekanisme komunikasi dan konsultasi bilateral untuk bersama – sama menentukan win – win solution guna memperlancar perdagangan hasil perikanan kedua negara. Strategi perundingan perdagangan komoditas perikanan yang ditempuh Indonesia ini berdampak positif. Berdasarkan data yang dilansir oleh database yang terpercaya, ekspor hasil perikanan Indonesia ke RRT dalam masa pandemi relatif naik. Data 4 tahun terakhir yg dicatat oleh BKIPM KKP menunjukkan pada tahun 2018 volume eskpor sebesar 231,85 ribu ton, tahun 2019 sebesar 420,07 ribu ton, tahun 2020 sebesar 430,67 ribu ton, dan pada tahun 2021 sebesar 456,03 ribu ton, hal ini tentunya sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari upaya – upaya yang ditempuh Pemerintah Indonesia dalam melakukan pendekatan – pendekatan kepada Otoritas Kompeten RRT (16).

            Pada level teknis, dalam upaya memenuhi standar mutu dan keamanan hasil perikanan terutama dari kontaminasi virus COVID 19, maka KKP telah menjalankan secara ketat pelaksanaan protocol pengendalian COVID 19 dalam kegiatan produksi serta supervise pada unit – unit pengolahan ikan. Pelaksanaan teknis dari protocol tersebut secara detil telah diatur dalam Pedoman Pencegahan dan Pengendalian SARS-CoV-2/COVID 19 Pada Hasil Perikanan (Keputusan Kepala BKIPM KKP Nomor 53 Tahun 2020) yang didalamnya mengatur berbagai panduan untuk melakukan tindakan pada berbagai critical points rantai produksi, diantaranya (1) pencegahan kontaminasi di rantai proses hasil perikanan/supplier dan unit pengolahan ikan; (2) pencegahan kontaminasi di rantai logistic (gudang, kemasan, cold storage, alat transportasi, dan container); (3) pengambilan dan penangaan contoh; (4) pengujian; (5) kriteria dan penetapan laboratorium penguji; (6) penanganan hasil perikanan terkontaminasi SARS-VoV-2/COVID 19 pada produk impor dan produk yang ditolak oleh negara tujuan ekspor; (7) komunikasi, informasi, dan edukasi; (8) verifikasi dan monitoring kepatuhan; dan (9) form pelaksanaan pencegahan dan pengendalian kontaminasi SARS-CoV-2/COVID 19 pada hasil perikanan (17). Selain mengatur dan memastikan implementasi tindakan pencegahan dan penanganan kontaminasi virus COVID 19 pada operator usaha perikanan atau sektor hulu (sesuai dengan kewenangan BKIPM KKP), BKIPM KKP juga telah mengimplementasikan tata cara supervisi, serta pengujian deteksi COVID 19 pada hasil perikanan sesuai denan persyaratan negara tujuan ekspor. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, BKIPM KKP telah melakukan harmonisasi metode pengujian virus COVID 19 dengan GACC. Untuk menjaga kevalidan hasil pengujian laboratorium terhadap kontaminasi virus COVID 19, BKIPM KKP telah melakukan sinergi lintas sector dengan perguruan tinggi dan berbagai Lembaga riset di Indonesia. Untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan protokol pencegahan dan penanganan kontaminasi COVID 19 sampai pada level daerah, maka Unit Pelaksana Teknis (UPT) BKIPM KKP yang tersebar diseluruh provinsi selain wajib melaksanakan anjuran protokol kesehatan oleh otoritas kesehatan, maka dalam kaitannya dengan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan UPT BKIPM juga telah melaksanakan (1) verifikasi dan monitoring kepatuhan internal oleh unit usaha; (2) verifikasi terhadap monitoring kepatuhan internal unit usaha dalam rangka pengendalian oleh UPT BKIPM; (3) UPT BKIPM melakukan monitoring kepatuhan di sepanjang rantai penyimpanan dan distribusi (gudang penyimpanan dan alat transportasi) untuk lalu lintas ekspor hasil perikanan ke RRT atau negara lain yag mempersyaratkan; (4) Pusat Pengendalian Mutu BKIPM melakukan verifikasi secara teknis tugas pengendalian penerapan protocol kesehatan SARS-CoV-2/COVID 19 oleh UPT BKIPM di unit usaha; dan (5) Pusat Standardisasi Sistem dan Kepatuhan BKIPM melakukan verifikasi tingkat kepatuhan terhadap pelaksanaan verifikasi tugas pengendalian protocol kesehatan SARS-CoV-2/COVID 19 (18).

            Beberapa tindakan pencegahan dan penanggulangan kontaminasi virus COVID 19 di level Unit Pengolahan Ikan (UPI) yang menjadi materi supervisi BKIPM KKP adalah (1) UPI Menunjuk şecara resmi penanggungjawab pengendalian penyebaran COVID 19 di UPI; (2) UPI Menyiapkan panduan pengendalian penyebaran COVID 19 di UPI (termasuk prosedur bagi pekerja mulaj dari keluar tempat tinggal şampai dengan kembali ke tempat tinggal); (3) Melakukan pemeriksaan (screening) awal kepada seluruh pekerja melalui pengecekan şuhu tubuh dan orang dengan gejala pernafasan seperti batuk, flu/sesak nafas pada waktu memasuki area UPI; (4) Jika ditemukan pekerja yang tidak şehat, dengan indikasi suhu tubuh di atas 38° Celsius disertai gangguan pernafasan (sesak napas), maka dilarang untuk melakukan kegiatan di UPI dan direkomendasikan untuk segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan Kesehatan; (5) Memastikan pekerja yang sembuh dari suspect atau positif COVID 19 (dibuktikan dengan rapid test antigen atau swab PCR) dan memiliki riwayat perjalanan dari negara atau wilayah yang dikategorikan zona merah pandemi COVID 19, tidak memasuki area UPI dalam waktu 14 (empat belas) hari; (6) Menyiapkan panduan bagi pekerja mulai dari keluar tempat tinggal şampai dengan kembali ke tempat tinggal; (7) Menyiapkan pakaian kerja yang bersih untuk karyawan, antara lain : masker, penutup kepala, pakaian kerja untuk digunakan selama proses produksi di UPI; (8) Melakukan pembatasan/pengaturan jurnlah pekerja untuk meminimalkan terjadinya kerumunan di lingkungan UPI; (9) Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, pihak UPI wajib menyediakan waktu 15 menit setiap hari untuk pekerja berjemur di bawah Sinar matahari pagi serta supplement dan latau makanan bergizi untuk seluruh pekerja; (10) Memastikan area kerja memiliki sirkülasi udara yang baik; (11) Meningkatkan frekuensi pembersihan şecara rutin dengan cairan desinfektan di dalam UPI dan lingkungan sekitar UPI; (12) Memastikan ketersediaan perlengkapan pelindung diri dan fasilitas yang memadai untuk mencuci tangan, termasuk fasilitas untuk mencuci tangan sebelum memasuki area lingkungan UPI (menggunakan air mengalir dan sabun atau berbasis alkohol), masker, sarung tangan dan pakaian yang menjamin keamanan pekerja dan produk yang dihasilkan; (13) Melakukan disinfeksi terhadap sarana transportasi yang akan mengangkut hasil perikanan untuk diperdagangkan: (14) Mensosialisasikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan informasi mengenai COVID 19 melalui banner/spanduk atau media Iainnya di tempat-tempat strategis dalam lingkungan UPI; (15) Melakukan pencatatan (record keeping) terhadap pengendalian penyebaran COVID 19, minimal yaitu : jumlah pekerja yang masuk setiap hari. catatan Suhu tubuh masing-masing pekerja. tindak lanjut terhadap pekerja yang terindikasi suspect COVID 19, dan sanksi terhadap pelanggaran pencegahan penyebaran COVID 19; (16) Memastikan seluruh pekerja mematuhi protokol Kesehatan selama pandemik COVID 19 yang meliputi:memakai masker sejak keluar dari rumah, jika di area UPI terdapat pekerja yang sakit, maka tidak diperkenankan melanjutkan kegiatan dan harus segera memeriksakan diri ke fasilitas layanan Kesehatan, pekerja yang kembalidari negara atau wilayah yang dikategorikan zona merah pandemi COVID 19 dalam 14 (empat belas) hari terakhir wajib menginformasikan kepada perusahaan dan melakukan karantina mandiri, memakai masker. sarung tangan dan pakaian kerja yang disediakan oleh UPI selama melakukan kegiatan produksi di UPI, melakukan physical/social distancing dengan menjaga jarak minimal 1 meter dengan pekerja Iainnya atau menggunakan tabir pemisah (stagger) dan dilarang berkelompok pada jam istirahat, harus menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti mencuci tangan secara teratur dengan menggunakan air mengalir dan sabun atau pencuci tangan berbasis alcohol secara periodik serta menghindari menyentuh area wajah, dilarang berkerumun, berjabatan tangan dan berbicara dengan sesama pekerja atau orang Iainnya selama berada di lingkungan UPI (19).

 (1)dst sampai (19)Referensi artikel dapat menghubungi penulis

Penulis :

Drh. Mochamad Aji Purbayu, M.Sc.
Korespondensi: mochamad.purbayu@kkp.go.id
Pranata Hubungan Masyarakat Ahli Muda/Subkoordinator Kerja Sama pada Sekretariat BKIPM Kementerian Kelautan dan Perikanan